Menikmati keindahan kota dari ketinggian selama ini kerap dapat dilakukan dari atas pesawat. Baik pesawat berukuran kecil atau besar. Cara demikian hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu, yang memiliki kocek yang cukup untuk menyewa pesawat tersebut. Bagaimana dengan orang kecil yang nota bene tidak memiliki kemampuan seperti demikian?
Ilham Safutra—Padang
Kini menikmati keindahan alam dari ketinggian dapat dilakukan oleh siapa saja di Kota Padang. Cara itu tidak mesti menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Cukup dengan mendaki bukit setinggi sekitar 70 meter dari permukaan laut (dpl). Bukit itu bernama Gunung Pangilun, yang terletak di kawasan Jalan Gajah Mada, tepatnya di Kelurahan Gunung Pangilun, Kecamatan Padang Utara. Meski daratan itu masih dalam kategori bukit, tapi warga sekitar tetap menyebut daratan setinggi itu dengan gunung. Sebelumnya Gunung Pangilun hanya dimanfaatkan penduduk setempat untuk pemakaman warga pribumi di sekitar kawasan Gunung Pangilun itu. Untuk menempuh puncak Gunung Pangilun, para pendaki harus berjuang keras. Sebab, gunung itu memiliki kemiringan Gunung Pangilun cukup terjal, sekitar 70 derjat. Sehingga warga yang ingin mengantarkan jenazah keluarganya harus melakukan dengan usaha ekstra hati-hati, supaya jenazah yang dibawa tidak oleng atau jatuh. Sebagian orang yang tidak terbiasa mendaki Gunung Pangilun, untuk mencapai puncaknya merupakan suatu perjuangan cukup berat. Para pendaki harus dengan cara merangkak. Kalau posisi kurang seimbang, maka bisa jatuh ke bawah. Kendati cukup susah, kondisi demikian bagi penduduk setempat merupakan hal yang lumrah, karena tanah di Gunung Pangilun itu merupakan peninggalan nenek moyangnya. Sehingga untuk pemakaman mereka mau berbuat apa saja. Kini kondisi Gunung Pangilun tidak seperti itu lagi. Di gunung itu telah terdapat tangga untuk naik ke puncak. Tangga itu merupakan hasil karya dengan bergotong royong masyarakat bersama 40 taruna Akpol dan Akmil yang mengikuti program Latsitarda Nusantara XXIX, Oktober 2008. Pengerjaan tangga itu memakan waktu satu bulan. Rencana awal pengerjaan tangga itu bagi Pemerintah Kota (Pemko) Padang untuk shelter, tempat evakuasi dari ancaman tsunami. Ternyata tangga yang dibuat sebanyak tiga tempat itu memiliki potensi tambahan dan tak kalah hebatnya untuk warga setempat. Tangga itu berada di sebelah selatan dengan 138 jumlah anak tangga, dari arah utara sebanyak 158 anak tangga dan dari arah barat 131 anak tangga. Tangga tersebut membantu pendaki ke puncak Gunung Pangilun. Tempat tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi yang sampai di puncak 70 meter dpl tersebut. Di puncak gunung itu pendakinya dapat melihat hamparan pemadanganan seluruh bangunan yang terletak di Kota Padang. Jejeran bangunan yang beranekaragam itu memberikan kepuasan tak terungkapkan. Semenjak keberadaan tangga yang digunakan sebagai shelter, puncak Gunung Pangilun nyaris tidak terdapat pemukiman warga di atasnya itu, kini dimanfaatkan beberapa warga setempat untuk mendirikan lapak-lapak warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi orang yang berada di puncak Gunung Pangilun. Jumlah kedai atau lapak itu sebanyak lima buah. Suatu kali penulis mencoba mendaki Gunung Pangilun tersebut. Saat itu penulis naik dari tangga di sebelah selatan. Tangga itu berjumlah 138 anak tangga. Di anak tangga 15 pertama, di sisi kiri kanan tangga itu terdapat sekitar 400 batang pohon mahoni dan malinjo. Menariknya, sebagian bibit yang baru ditanam itu diberi merek orang uang menanamnya. Penanam pohon itu di antaranya, bertuliskan Kajati Sumbar, Danrem 032 Wirabraja, Kapolda Sumbar, Ketua DPRD Sumbar dan beberapa pejabat unsur Muspida di Kota Padang dan Provinsi Sumbar. Adanya bibit pohon itu ketika kegiatan bakti sosial yang dilaksanakan Korem 032 Wirabraja, Sabtu (16/10). Setelah sampai di anak tangga ke-138, pendaki bertemu dengan jalan tanah setapak datar. Jalan itu menuntun pendaki ke arah selatan. Di ujung jalan itu pendaki bertemu dengan jalan layang. Lebar jalan itu sekitar tujuh meter. Jalan layang tersebut terhubung dari kaki Gunung Pangilun yang terletak tidak jauh dari anak tangga pertama di sebelah selatan. Menurut pengakuan Amirudin, 40, salah seorang putra daerah Gunung Pangilun, jalan layang itu pergunakan untuk mobil ambulance yang mengantarkan jenazah ke atas Gunung Pangilun. Jalan layang itu melingkar nan landai dari arah selatan melewati hingga ke bagian timur Gunung Pangilun. Ujung jalan itu sampai di puncak Gunung Pangilun. Di puncak gunung yang diambilkan namanya nama salah seorang tokoh ledenda bernama Pangilun itu, pendaki yang merasa kelelahan tidak harus cemas kehausan. Di puncak itu terdapat lima warung lapak-lapak, menjual minuman dan makanan ringan. Beni, 27, salah seorang pedagang di puncak Gunung Pangilun mengatakan, ia memulai usaha berdagang di puncak Gunung Pangilun semenjak jalan layang itu selesai. “Kita sudah tiga bulan berjualan di sini,” ujar Beni. Dikatakan pria bujang itu, puncak Gunung Pangilun ramai dikunjungi pendaki ketika sore hari, hari libur dan minggu pagi. Umumnya pendaki itu berasal dari warga sekitar Kota Padang dan sekitar kawasan Jalan Gajah Mada. Maksud kedatangan pelancong itu tidak lagi untuk menikmati kenikmatan memadangi pemadangan Kota Padang. Di puncak Gunung Pangilun, para pelancong dapat melihat pemandangan ke delapan penjuru angin. Di sebelah timur, pelancong dapat memandangi Bukit Karang Putih, sumber bahan baku PT Semen Padang, deretan Bukit Barisan, kampus Universitas Andalas, dan beberapa pemandangan yang tak kalah menarik pula. Di arah timur juga demikian, hamparan Gunung Padang yang berujung ke Bukit Putus memberikan kenikmatan alam nan hijau. Bila pelancong bosan melihat pemandangan bernuansa hijau, hamparan pemandangan laut berlapisan jejeran bangunan rumah dan perkantoran, cukup dengan memutar arah pandangan ke barat. Selain tenangan arus gelombang laut, jejeran pulau kecil memberikan kesan manis di laut. Di bagian utara juga tak kalah indahnya. Di pemadangan di sebelah utara lebih memadukan unsur hijau dan kesibukan Kota Padang. Di arah itu, selain deretan Bukit Barisan, juga hamparan perumahan penduduk dan kantor instansi perintah dan swasta. Ditambahkan Beni, dulu sebelum bandara masih di Tabing, puncak Gunung Pangilun seakan ditimpa pesawat yang hendak mendarat di pelabuhan udara tersebut. Bahkan dari puncak gunung itu, pelancong dapat melihat secara jelas lintasan pacu Bandara Tabing. Dahnibar, 51, salah seorang pedagang lainnya di puncak Gunung Pangilun mengatakan selain warga umum yang datang ke puncak Gunung Pangilun, setiap sekali seminggu, siswa dari MAN 2 Padang juga melakukan kegiatan olahraga di situ. Saat penulis turun dari puncak Gunung Pangilun, penulis memilih melewati tangga sebelah barat. Di arah itu jumlah anak tangganya 131 buah. Sebelum sampai di tangga itu, masih di kawasan puncak Gunung Pangilun arah ke barat, pelancong juga disuguhkan dengan benda bersejarah peninggalan masa penjajahan, lobang Jepang. Di atas itu terdapat lima buah lobang Jepang. Tiga dari lima lobang itu, bagian atasnya sudah hancur. Menurut Dahnibar, karena kena eskalator saat proses pendataran puncak Gunung Pangilun. Kini lobang itu tidak bisa dimasuki, karena telah ditimbuni tanah. “Kalau pemerintah ingin menggarap lobang ini, maka bisa dijadikan sebagai sumber objek wisata tambahan lainnnya. Berdsarkan cerita yang didapatkan Dahnibar dari keluarganya terdahulu, di dalam lobang itu terdapat banyak ruangan. Ruangan itu digunakan para tentara Jepang untuk lari pengejaran sekutu dan pejuang Indonesia. Lurah Gunung Pangilun Refrizal mengatakan kawasan itu nantinya memang dijadikan sebagai objek pariwisata. Objek itu nantinya akan dikelola oleh masyarakat bersama unsur mamak wali nagari. “Pengelolaannya diatur dengan sebuah lembaga usaha tersendiri,” ujar Refrizal. Sementara itu, Amirudin, 40, salah putra asli Gunung Pangilun mengatakan, dengan adanya shelter itu, Gunung Pangilun bisa memberikan dampak positif kepada warga sekitar, khususnya di bidang ekonomi. “Gunung Pangilun merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Padang Utara, yang masih dihuni penduduk asli. Sehingga tatanan budaya lokal masih dapat dikembangkan dengan baik. “Semoga pelancong yang datang ke puncak Gunung Pangilun mendapatkan kebahagian tersendiri menikmati pemandangan yang ada,” ujar Amirudin mengakhiri. ***